Latest News :

Pengrajin Gula Kelapa Tidak Semanis Gulanya

Posted by

Tulisan ini merupakan obrolan antara saya dan seorang teman di Wonoharjo, ketika saya memposting gambar rutinitas penderes (pengrajin gula kelapa) sekitar sebulan yang lalu di jejaring Facebook.
Nderes adalah kegiatan yang merupakan mata pencaharian di daerah kami ini ( Desa Wonoharjo-Kebumen) sekarang sudah jarang dilakukan. Mereka lebih memilih menjadi buruh di kota-kota besar ketimbang harus melakoni profesi yang sudah turun temurun dilakukan oleh nenek moyang mereka. Hal ini terpaksa mereka lakukan karena profesi sebagai penderes tidak lagi dapat dijadikan sandaran hidup. Ya.. walaupun ada juga yang masih tetap bertahan.

"Kang, profesi ini sudah mulai banyak ditinggalkan masyarakat dusun beji mereka lebih banyak memilih untuk pergi ke kota-kota besar dan menjadi buruh bangunan, buruh pabrik dan tenaga rumah tangga. Salah satu dampak negatif industrialisasi dan juga ketidakbecusan pemerintah memperhatikan nasib ekonomi pelaku sektor ini. Prihatin Saya..."

Bener banget,, tapi memang mereka tidak bisa disalahkan seratus persen, karena dengan menjadi penderes kebutuhan primer mereka sulit terpenuhi. Apalagi dengan biaya pendidikan, kesehatan, dan tetek bengek yang semakin hari semakin membubung.
Prihatin,,, Mereka memang tidak salah, yang salah itu pihak yang punya wewenang mengatur harga gula (yang menjadi sandaran hidup para penderes) dan menjaga stabilitasnya.
Maksudnya harga gula harus rasional untuk bisa mencukupi (atau paling tidak secara signifikan bisa menambah pendapatan bagi yang profesi utamanya adalah petani lahan kering) kebutuhan dasar yang juga ditentukan oleh pemerintah seperti harga sembako, biaya pendidikan, kesehatan dll.
Maksudnya pemerintah desapun sebenarnya mampu memperbaiki nasib mereka, karena aku pernah baca di sebuah hasil riset bahwa dusun beji adalah produsen gula kelapa terbaik.

Saya :  
Sejauh ini, usaha pemerintah dalam menaikkan taraf hidup para penderes baru sebatas wacana. Janji-janji yang dilontarkan juga sebatas janji. Harga gula masih di pegang para cukong. Pendirian koperasi dalam rangka menyetabilkan harga dan memperbaiki taraf hidup mereka ternyata tidak berhasil, karena harga penjualan ke cukong lebih tinggi dibandingkan dengan menjualnya ke koperasi, walau dengan resiko pada saat-saat tertentu harga bisa turun drastis. Sekitar setahun yang lalu ada usulan untuk pemberian santunan bagi penderes yang mengalami kecelakaan diwaktu menderes, baik yang luka ringan, luka berat, cacat seumur hidup atau meninggal, dan alhamdulillah dapat di setujui. Akan tetapi yang jadi pertanyaan: “Apakah itu dapat berlangsung seterusnya ?

Wonoharjo merupakan produsen gula jawa yang cukup besar, akan tetapi gula jawa dari wonoharjo tidak dapat menembus pasar nasional, paling banter antar daerah dalam satu propinsi, itupun dengan memberi label “gula inyong" karena gula beji sudah terlanjur punya citra jelek
Hal itu sebenarnya kesalahan oknum produsen yang biasanya kurang bersih/gembung, dsb pada waktu pengolahan ketika harga gula sedang tinggi. Akhirnya gula beji hanya mampu didistribusikan ke pabrik2 kecap.

Teman :
Iya.. aku lihat sendiri di desaku bagaimana cukong-cukong lokal itu bisa mempermainkan harga dengan enaknya. Adakah semacam LSM atau pendamping petani gula di wonoharjo? NU juga seharusnya ikut berperan memperjuangkan nasib mereka karena sepertinya sebagian besar dari mereka kan warga Nahdliyyin juga. Kalau penderes tidak didampingi dan mereka berjuang sendiri sepertinya tidak akan ada perubahan berarti. wah ngeri juga kalo membayangkan masa depan dusun beji, wit-wit klapa ditegori didol nggo gawe penglari, otomatis ora bisa nderes maning, akhire mending pada ngodhe dadi buruh lan kuli neng Jakarta. Pirang taun maning wit klapa arep langka, padahal sekolah lan cita-cita dadi pegawai pun mahal dan susah.

Saya:
Masalah ini kayaknya sebuah masalah yang kelihatannya sudah tidak dipermasalahkan lagi, ibarate wis ndadrah. Sudah terlanjur mendarah daging dan ahirnya oleh lembaga2 yang seharusnya menangani belum atau tidak mau menangani (semoga hal ini hanya persangkaanku saja). NU? bukan seharusnya lg bg NU, tapi FARIDOH bagi NU untuk berperan serta memperjuangkan nasib mereka, karena sebagian besar dari mereka memang warga NU dan NU yang notabenenya lembaga sosial kemasyarakatan bertanggung jawab atas semboyan Kaada al faqru an yakuna kufron, tapi lagi-lagi belum pernah kita dengar dan rasakan sumabangsih darinya. Selama ini mereka diakui sebagai warga NU sebatas dalam perekrutan suara dalam pilpres, pileg, pilgub, pilbup dan pil-pil lain, setelah itu habis manis sepah dibuang. Mereka selalu dan selalu di bodohi oleh yang terhormat para calon anggota dewan dan calon pejabat. Tragisssssss!!!!! eh,, dadi ngrasani,, kayane angger kon ngrasani sedina urung rampung, he..he..he..

Dan Faridoh nya dobel bagi anggota legislative yang selalu menebarkan janji-janji manis kepada para penderes, janji ini dan itu. Sayangnya setelah meraup suara besar dari para penderes, mereka juga seakan terbuai dengan kursi empuknya.
pokoke wallohu a’lam…….
Entah bagiamana nasib mereka, nasib kita juga, orang-orang yang menyandarkan hidup dari gula kelapa

Share this Post :

0 comments: